Saturday, July 19, 2014

Resensi Novel “Kau Memanggilku Malaikat”



Malaikatituselaludatangpadasaatajalmendekat.Persepsi yang muncul tentangmalaikat.Bersayap, berwarnaputih,menyeramkan danmembawasabitbesar yang berwajahtengkorak.Bagaimanapundeskripsitentangmalaikat, itucukupberbedadenganbuku yang akandiulassekarang.
Sosokmalaikat yang ditampilkandalambukukaryaArswendoAtmowilotoiniterbilangunik.Jikadalamceritafiksikitadisuguhibentuk ‘jadi’ sebagaiperwujudanmalaikatbersangkutan, tapidisinimalaikatitudiceritakanbenar – benarbiasa.Yah, kalodibayangkan, Ingatlahperan God (Tuhan) dalam film berjudul ‘Bruce Almighty’.Disana sang God (Tuhan) berwujudpriakulithitamdengansetelanberwarnaputihbersih. Persissepertimanusia.Nah, mungkinitulahpersamaansosokmalaikatdalamcerita di novel “KaumemanggilkuMalaikat” ini.
Yang menarik di bukuiniselainmalaikat yang menjadi central point cerita, adalah habit sang malaikat yang bisamembantumenceritakankisahnyapadawaktubersamaan di tempat yang berbeda. Karenatentusajadiamalaikat, jadinya, diadapatberhubungandengandirinya yang lain danmengetahuiapa yang terjadi di tempat yang lain dengansemacamtelepati. Lewatkebiasaannyaitulah, peranpendukungdalambukuiniterbangundandapatdiceritakansecarabersamaan.Tanpamenurunkanintensitaskualitasantarasatuperanterhadapperanpendukung lain.
Hal menariklainnyaadalahpesan.Pesan yang terkandungdalamsetiappengalaman orang yang ditemuiolehmalaikatitudijelaskansecaralogika.Pernahmendengaristilah “Merasakantanpaharusdipikirkan?”, di siniperasaanmacamapapunitudiutarakansecara logical danmembuatkitaberpikirlebihmendalamakanmaknadarisetiapperasaan orang yang sudahmeninggal.  Penyebabnyaadalahperanmalaikatitusendirihanyaterbataspada “dimengertitanpadapatdirasakan”.Tapidengankekurangannyaitudandibantupolapenceritaan orang pertama, maknatersingkapdalambukuiniakandijabarperlahanpadasetiaphalamandanitumempermudahkanpembacauntuktetapmengikutinyadengancerita yang tidakterduga.
KelebihanArswendoadalahmenggunakankonseppenulisan yang ‘vulgar’, dalamartiankejadianapapun yang terdapatdalam novel diceritakansecararinci.Baikkejadianburukataubaik.Kadangini yang dijauhiolehpenulis lain. Ketikamenulistentanghalbaik, dimaknaisecaraberlebih agar terkesan “cling” .Namunbegitumenulissebaliknya, bahasa yang digunakanterkesandiputar-putardandianalogikansebagaipenggambarandarikegiatanburuk yang terjadi.
Dengan basic sastrawan yang disandangArswendo, Iamampumemilihpadanan kata yang tepatsehingga novel yang sebenarnyakasarinidapatdihayatidenganlembutdanbermaknatanpamemancingproteskarenapenggunaaan kata atauistilah yang kelewatberlebihan. Tapikadang di beberapabagian, unsursastrasangatterasa.Sehinggadalammemahamimaknacerita, kitadibuatmemikirkandanmelayang – layangdalamrangkaian kata berimaindahdidalamnya.Agaksedikitmenghabiskanwaktu.Yah, tapiitubisadianggapsebagaiselingandankadangitusangatmembantudalampembacaan novel ini.
Secaradesain, cover nya yang soft warnaputihsusudengantipografijudul yang rapiterkesanmembuat novel iniberadadiantara novel santaiatau novel serius. Ukurannya yang lebihkecildari A5 memungkinkan novel iniditentengkemana – manadansangatnyamanuntukdigenggam.Secara total, novel inicukup recommended. Yangmembuatkutertarikmembaca novel iniadalahdesain covernyadanmalaikatsebagaitokohutamanya.







Pada bab pertamaArswendo Atmowiloto menceritakan tentang seorang perempuan yang terbaring damai dalam detik-detik kedatangan ajalnya. Awal dari pertemuan perempuan tersebut dengan malaikat. Dalam kondisi sebenarnya perempuan yang bernama Ny.Tesarini sedang terbaring dirumah sakit dengan daftar dokter-dokter yang telah menanganinya dan tetap koma. Kehadiran malaikat yang akan menjemputnya dan membawanya ke alam lain sangat diterima oleh ibu Tesarini. Kehadiran malaikat yang terasa sangat akrab meski tujuannya untuk menjemput kematian disambut hangat oleh perempuan tersebut.
Pada bab selanjutnya malaikat mengatakan bahwa dia sebenarnya berada ditempat yang berbeda pada saat yang bersamaan untuk menjemput seorang gadis yang bernama Ife. Gadis yang digambarkan begitu sempurna oleh penulis. Gadis yang masih bersekolah yang begitu di dambakan setiap laki-laki. Setiap lelaki yang megenalnya pasti langsung memutuskan untuk memberikan segalanya untuk Ife. Pada bab ini penulis menceritakan kehidupan dan keseharian Ife.
Bab berikutnya menceritakan bahwa pada saat yang bersamaan malaikat harus berada untuk menjemput ajal sorang preman yang kehidupannya sangat tidak layak untuk ditiru. Bahkan untuk nama saja tidak jelas, kelakuannya juga tidak mencerminkan preman tersebut sebagai manusia yang berakal. Pertemuan preman tersebut dengan malaikat digambarkan dengan suasana yangmenegangkan.


Data novel :

Novel genre dewasa
Judul                           : KauMemanggilkuMalaikat
Pengarang                   : ArswendoAtmowiloto
Halaman                      : 272halaman
Cetakan                       : Kedua - Jakarta, April 2009

Penerbit                       : PT. GramediaPustakaUtama

Sejarah Sastra Indonesia

Bismillahirahmanirrahim, pada kesempatan ini Alhamdulillah saya diberi kepercayaan untuk membahas sejarah kesusastraan khusunya periodesasi sastra di indonesia ini. Tentunya kita akan memulai pembahasan kapan dan bagaimana kesusastraan Indonesia dimulai. Untuk menentukan kapan mulainya sastra Indonesia banyak para ahli melakukan penyelidikan untuk ini dari bermacam-macam segi, dari segi politik, bahasa ataupun dari segi persoalannya.
Membahas tentang karya sastra di suatu masa berarti membahas masyarakat serta masalah-masalahnya. Menurut saya pada masa itu isi-isi dari karya yang ada digambarkan pengarang pada umumnya tentang lingkungan dimasyarakat serta jiwa tokoh-tokohnya yang hidup pada suatu masa. Sesuai dengan perkembangan kebudayaan dari masa ke masa, hal ini akan terlihat pula dalam perkembangan kesusastraan baik bentuk, isi maupun fungsinya. Kita bandingkan antara bentuk prosa lama yang dianggap timbulnya pada permulaan kesusastraan, seperti dongeng-dongeng fabel, hikayat dengan bentuk prosa-prosa baru seperti roman dan novel, maka terlihatlah perbedaan yang menyolok antara lukisan masyarakatnya. Perkembangan ilmu pengetahuan serta paham-paham yang dianut masyarakat mempercepat perkembangan bentuk-bentuk kesusastraan.
Kita masuk membahas periodesasi dan angkatan, Sastra Indonesia adalah segala cipta sastra yang dicipta dan hidup subur di Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai medianya, yang isinya mencerminkan sikap, isi jiwa dan watak bangsa Indonesia. Bagi para sastrawan sendiri sebagi pencipta memang tidaklah menjadi soal dan perhatian, lagi pula tidak atau kurang sesuai dengan kebebasan jiwa seniman. Masalah angkatan adalah masalah sejarah kesusastraan yang lebih merupakan persoalan para penelaah sastra dari pada persolan para sastrawan. Dan untuk pertanyaan “apakah ada periodesasi sastra pada masa kita sekarang ini?” jawabannya tentu antara Ya dan tidak. Maka sebelumnya kita telusuri jauh ke belakang sejarah perodesasi itu sendiri. Sastra Indonesia lahir dan mulai berkembang pada tahun 1920-an dengan alasan bahwa hasil karya pada waktu itu telah menunjukkan watak, corak dan isi jiwa bangsa Indonesia, serta bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang berkembang pada masa itu. Periodesasi atau pembabakan sastra indonesia di zaman kesusastraan lama/Melayu klasik yang menceritakan kehidupan masyarakat lama, bersifat Istana sentris, statis dan terikat oleh beberapa aturan. Kesusastraan Dinamisme misalnya, yang menceritakan masa sebelum kedatangan pengaruh Hindu dan Islam. Hasil sastra pada masa itu berupa “mantera, doa, dan dongeng”. Adapun kesusastraan Hinduisme dengan hasil karya sastra telah menunjukkan adanya pengaruh Hindu, dalam bentuk epos/wiracarita seperti Mahabrata,Ramayana. Dan Kesusastraan Zaman Islam, kesusastraan yang secara jelas bernafaskan islam, dengan bentuk syair,gurindam, Ru ba’i.
Kesusastraan pada zaman peralihan merupakan generasi Abdullah yang pada masa itu masih terdapat corak lama seperti Syair Singapura Dimakan Api, dan Hikayat Pantjatanderan, dan sudah terdapat corak baru seperti Kisah Perjalanan Abdullah ke Kelantan. Mengapa Kesusastraan di zaman ini disebut kesusastraan generasi Abdullah? Karena Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi merupakan pelopor pembaharuan dalam bidang sastra pada masa itu dan belum mempunyai pengikut.
Periodesasi atau pembabakan sastra indonesia selanjutnya di zaman kesusastraan Indonesia Modern. Mengapa disebut Modern? Karena pada masa ini sudah ada penerbitan,dan karya-karya yang berbentuk novel, roman,dll. Serta bahasa yang digunakannya bahasa melayu tinggi. Kesusastraan Indonesia Modern mengandung isi cerita yang baru, sifatnya sudah masyarakat sentris, dinamis, dan sudah mencantumkan nama pengarang dalam karya sastra yang dihasilkannya.
Pertama-tama pada masa tahun dua puluhan sudah terlihat gejala-gejala yang ingin membebaskan diri dari kekangan-kekangan adat dan kebiasaan-kebiasaan lama. Tokoh-tokohnya ingin menentukan nasibnya sendiri dengan tiada pertolongan lingkungan dan ikatan masyarakat, serta berisi pengakuan dan anggapan-anggapan kebenaran yang modern. Penulis pada masa ini pada masa pertumbuhannya selalu memberi gambaran tentang reaksi pertemuan kebudayaan barat dan timur di Indonesia, Kesusastraan Indonesia Modern lahir pada tahun 1920-an, pada tahun 1920-an hasil karya sastra pada periode disebut angkatan Balai Pustaka yang memiliki cirri antara lain bertendes didaktis, berkisar tentang adat, dan beraliran romantis-sentimental. Adanya tendens mengajar dan mendidik masyarkat dalam roman pada masa itu biasanya sangat ditonjolkan oleh pengarang-pengarang, sehingga jalan ceritanya terantuk-antuk, diselingi dengan nasihat-nasihat yang diucapkan pengarang sendiri dan diuraikannya nasihat-nasihat yang panjang. Pengarang yang tumbuh pada masa pertumbuhan kebangunan nasional di Indonesia dalam sekitar tahun 1908-1928; dalam karangan roman di masa ini kebanyakan mengambil tempat-tempat yang dijadikan latar belakangnya masih merupakan kedaerahan. Karena rasa kebangsaan pada masa itu masih dalam pertumbuhan, jadi daerah pelaku-pelakunya masih digambarkan sempit, sedangkan orang di luar daerah tempat tinggal pelaku, dianggapnya orang luar, pergi ke daerah lain dikatakannya jauh merantau. Dan berikut nama-nama pengarang yang telah saya temukan pada masa ini: Merari Siregar (azab dan sengsara); Marah Rusli (Siti Nurbaya); M. Kasim (Muda Teruna); Abdul Muis (Salah Asuhan; Selasih (Kalau Tak Untung);dan Nur Sutan Iskandar (Hulubalang Raja). Dan diakhir tahun duapuluahan, pengarang sudah memberi gambaran kebangsaan Indonesia, sudah ada perasaan nasional, sudah ada timbulnya maksud dan rasa kebangsaan. Mungkin disinilah akhir periode pertama yang disebut dengan angkatan “Balai Pustaka”.
Selanjutnya dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern setelah berakhirnya periode Balai Pustaka munculah periode baru pada tahun tigapuluhan kesusastraan Indonesia memperlihatkan kemajuan-kemajuan dan perkembangan baik dipandang dari segi isi maupun bentuknya yang disebut angkatan Pujangga Baru. Pada tahun 30-an Sudah beralih pada persoalan bagaimana mempertahankan individu dalam arus pengaruh kebudayaan dunia ini.Adapun beberapa tokoh yang tersimpan dalam data saya yaitu, Sutan Takdir Alisyahbana (Layar Terkembang,Tak Putus dirundung Malang(roman), Tebaran Mega(puisi)), Amir Hamzah (Nyanyi Sunyi,Buah Rindu(puisi)), Armyn Pane (Belenggu(roman), Jiwa Berjiwa(puisi), Jinak-jinak Merpati(drama)). Sanusi Pane (Madah Kelana, Puspa Mega(puisi), Airlangga,Sandykala Ning Majapahit(drama)).  Dalam Layar Terkembang karangan ST. Takdir Alisyahbana dan dalam buku Belenggu karangan Armyn Pane, isinya sudah tidak lagi menyinggung-nyinggung tradisi adat, Jadi tokoh-tokoh yang digambarkan itu ialah yang selalu melihat ke depan, penuh dengan cita-cita, emansipasi, mengeritik agama atau kepercayaan yang disalahgunakanjuga tentang filsafat hidup. Namun ada pula pertentangan antara kaum orangtua dan kaum muda, yang berpendapat bahwa segala bahan bacaan harus mendidik dan tidak diperkenankan sebagai sarana menjatuhkan orang lain.Dan mungkin saja disinilah akhir periode kedua yang disebut dengan angkatan “Pujangga Baru”.
Dan selanjutnya, kesusastraan Indonesia modern mengalami kemajuan dan perkembangan, terutama berisi persoalan tentang peri kemanusaan yang dipelopori oleh angkatan “45”, dengan ciri individualistis, vitalitas, banyak mengandung tema revolusi, dan cenderung bebas.Hingga kini kalau orang membicarakan angkatan “45” masih selalu ingat akan sosok H.B Jassin. Dalam tulisannya yang merupakan pemebelaan terhadap angkatan “45” dan sebagai salah satu pengarang yang membela para pengarang pada angkatan ini dalam kebebasan berpendat setelah kejadian-kejadian yang hebat, kesengasaraan penderitaan akibat revolusi dan peperangan, mereka melihat sendiri kematian dari dekat, turut bertempur atau bahkan mereka sendiri pernah terluka dan terpenjara. sehingga timbullah pertanyaan terhadap pandangan hidup dan pandangan kesusastraan angkatan “45”.
Adapun pengarang pada angkatan ini seperti Idrus dengan karya romannya berjudul Permpuan dan Kebangsaan, atau Akhdiat Kartamihardja dengan cerpennya yang berjudul Keretakan dan Ketegangan, adapun puisi karya Usmar Ismail dengan judul Puntung Berasap. Semua karya-karya pada masa ini tidak lagi satu atau dua persoalan yang dikemukakan oleh tiap-tiap pengarang angkatan ini, karya sastra mulai mengandung arti nasionalisme, semangat kemerdekaan.
            Kita masuk ke periode angkatan “66”, Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga kebudayaaan Rakyat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Kemudian Timbul perpecahan yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960 yang menyebabkan terhambatnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965. Ditandai dengan sajak-sajak dari WS. Rendra dan dari Prosa kita kenal nama Pramoedya Ananta Toer misalnya buku “Gadis Pantai” (1965) ada pula karya-karya Ali Akbar Navis dengan cerpennya yang berjudul “Robohnya Surau Kami”, Taufik Ismail denga puisi yang berjudul Tirani,Benteng,dan puisi-puisi karya Iwan Simatupang.
Selanjutnya sekitar tahun 70-an terbit majalah sastra Horison pimpinan Mochtar Lubis, ini juga yang menandai periode 1966, disini banyak karya-karya sastra beraliran. Dengan munculnya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan asburd. Penerbitan Pustaka Jaya lah yang sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya pada masa ini. Sastrawan dari angkatan ini kita kenal Putu Wijaya dengan karyanya dalam bentuk novel berjudul Telegram, dan Pabrik. Adapun beberapa judul drama yang terkenal pada masa itu Dag-dig-dug, dan Sssstt. Ashadi Siregar dengan novel yang berjudul Cintaku di Kampus Biru, Terminal Cinta Terakhir, dan Dolly. Karya Yudistira Ardhi Nugraha Massardi dan sastrawan lainnya.
Dilanjutkan lagi ke Periode angkatan yang lebih modern, yaitu periode 80. Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum. Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Silado, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja,Tajuddin Noor Ganie. Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat. Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, dan Oka Rusmini.
            Sejarah sastra Indonesia telah merumuskan periodesasi sastra, periodesasi ini dilakukan karena melihat bahwa sastra Indonesia telah berkembang dalam beberapa kurun waktu, dan dalam setiap kurun waktu tersebut diisi oleh konvensasi, norma, standar dan tema sastra tertentu yang dominan kemudian membentuk kekhasan periode tersebut. Ciri Estetik dan ekstra estetik inilah yang kemudian membentuk apa yang diistilahkan dalam sastra yang disebut angkatan-angkatan sastra. Ciri-ciri atau kekhasan dari masing-masing angkatan memperjelas dan mempertegas karya-karya dalam periode tersebut.
            Kesimpulan saya dalam pertanyaan “Mengapa pada era kekinian tidak ada yang disebut periodesasi/angkatan?”, maka jawaban saya untuk saat ini “tidak ada”, sebab pada masa sekarang ini sastra Indonesia mengalami banyak perubahan dan banyak dibuat dalam berbagai bentuk. Alasan pertama “tidak ada” karena tak ada yang menguasai norma, konvensasi, atau kesepakatan sastra itu sendiri, kedua dari sekian banyak karya sastra pada saat ini tak ada yang menyamakan tema yang satu dengan tema karya-karya yang lainnya. Bisa kita lihat tema-tema yang keluar pada masa ini, mulai dari tema perempuan sexsualitas, tema islami, tema komedi, kisah romantis percintaan, semuanya ada.

Untuk saat ini memang banyak sekali karya sastra di Indonesia dan banyak pula pengarang-pengarang yang sudah mempunyai buku terbitan dari mulai anak SD hingga dewasa yang bisa disebut penulis, namun dalam hal ciri estetik dan ekstra estetik dari masing-masing penulis saat ini belum kuat untuk menjadi sebuah identitas karya yang bisa digolongkan sebagai angkatan/periodesasi. Jadi bisa saja, 3-4 tahun kemudian atau bahkan 10 tahun kemudian seseorang bisa menemukan nama periodesasi angkatan untuk masa sekarang ini, dengan keadaan sekarang ini, tema-tema sastra yang ada sekarang ini dan dengan ketentuan-ketentuan atau ciri-ciri tertentu yang hidup pada masa sekarang ini.

Artikel Sanggar Seni Anggitasari






Di zaman yang sudah modern seperti sekarang ini tidak mudah untuk kita mencari sarana yang mampu menampung bakat-bakat seni khususnya dalam bidang tari tradisional. Tari tradisional merupakan salah satu budaya seni di Indonesia yang patut dilestarikan. Sanggar seni Anggitasari adalah salah satu sanggar seni di Sukabumi yang dapat menampung bakat-bakat seni yang dimiliki warga Sukabumi khususnya di daerah kabupaten.
Sanggar ini bertempat di kp. Babakan Peundeuy Desa Bojongkokosan, Kec. Parungkuda Kab. Sukabumi. Sanggar yang berdiri pada tanggal 1 Juni 2003 ini memberi kesempatan bagi siapa saja khususnya anak-anak usia sekolah yang mau belajar dan mau mengenal budayanya sendiri terutama tari-tarian tradisional.
Agustian Faisal sebagai salah satu pendiri sekaligus pengelola sanggar ini beranggapan bahwa didirikannya sanggar ini merupakan sebagai sebuah sarana atau media yang mudah untuk diperkenalkan pada generasi muda yang mampu memperjuangkan seni tradisional khususnya di Sukabumi dan di kancah nasional pada umumnya.




Artikel

Permasalahan Semantik di Kehidupan Sehari-hari
Asri syahfariani

Semantik merupakan cabang dari tata bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa, dan semantik. Semantik diartikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari makna. Yakni mempelajari makna yang terkandung dalam suatu lafal kata serta kolerasi yang meliputi sebuah makna itu sendiri. Maksudnya hubungan dalam hal padanan makna, lawan makna, banyaknya makna, serta yang meliputi baik dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik itu sendiri. Karena mengingat, makna itu pada hakikatnya itu umum dan bisa menyentuh semuanya. Dengan kata lain, semantik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda dalam bahasa. 
Kata semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna. Istilah ini merupakan istilah baru dalam bahasa Inggris. Para ahli bahasa memberikan pengertian semantik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal-hal yang ditandainya (makna). Istilah lain yang pernah digunakan hal yang sama adalah semiotika, semiologi, semasiologi, dan semetik. Pembicaraan tentang makna kata pun menjadi objek semantik. Pandangan yang bermacam-macam dari para ahli mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam mengartikan semantik. Pengertian semantik yang berbeda-beda tersebut justru diharapkan dapat mngembangkan disiplin ilmu linguistik yang amat luas cakupannya.
Tak siapapun menyangkal  peran penting bahasa dalam kehidupan manusia. Dengan bahasa, manusia dapat saling berkomunikasi dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta kebudayaan dalam rangka membangun peradaban yang lebih baik. Bahasa menyimpan seluruh warisan peradaban manusia. Pencarian makna sejarah suatu bangsa, misalnya, dilalui lewat bahasa, sebab ke dalam bahasalah bangsa tersebut menitipkan seluruh pesan, harapan, cita-cita dan pengalaman hidup mereka  bagi generasi berikutnya.
Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik berkaitan dengan bahasa tulis maupun lisan. Salah ucap kata-kata yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang begitu jelas terjadi bukan hanya di kalangan kelas bawah, tetapi juga elit. Misalnya, publik diucapkan pablik, pasca dibaca paska, musyawarah dilafalkan musyawaroh, Arab diucapkan Arob, klien diucapkan klain, sukses dibaca sakses, produk dibaca prodak, faks dibaca feks, psikologi diucapkan saikoloji, dapat dibaca dapet, semakin dilafalkan semangkin dan masih banyak lagi yang lain. Salah ucap istilah asing yang belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia malah lebih banyak lagi. Inilah cermin konkret perilaku berbahasa masyarakat kita.
Menurut Kridalaksana (1999: 12), pengetahuan mengenai asal usul kata berikut ucapannya memang tidak harus dimiliki oleh setiap orang, tetapi bahasa manapun di dunia ini mempunyai konvensi lafal yang menjadi salah satu rambu kerjasama sosial. Untuk melafalkan unsur-unsur bahasa tidak diperlukan pengetahuan etimologi, karena sudah tersedia kamus yang siap untuk dirujuk setiap saat. Lafal yang tepat itu ibarat pakaian rapi yang memberi suasana nyaman dalam pergaulan manusia yang santun.

Jadi dari apa yang sudah dipaparkan tadi di harapkan anda dapat memahami maksudnya yang minimal kita dapat memahami sedikit dari ilmu semantik untuk dapat memahami kesalahan-kesalahan bahasa dan memperbaikinya dari bahasa yang lazim digunakan sehari-hari.