Kisah
ini dibuat berdasarkan kenyataan dilingkungan sehari-hari. Sebut saja Roni,
Roni seorang anak yang hidup dalam keluarga dengan keadaan yang ‘pas-pasan’.
Roni tinggal bersama kakek, kedua orangtua, dan adik-adiknya. Ia yang baru saja
menginjak usia 19 tahun mau tidak mau harus membantu mencari tambahan materi
guna memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Karena gaji ayahnya tidak
lebih hanya untuk mencukupi kebutuhan harian. Ia sebagai anak tertua mestinya
bisa jadi tumpuan keluarga, jika kelak ayahnya sudah tidak mampu lagi mencari
nafkah untuk kebutuhan keluarganya.
“Roni,
kamu kan sudah besar, sudah bisakah kamu membantu ayah mencari tambahan untuk
mencukupi kebutuhan kita? Dari pada kamu menganggur dan ibu tidak dapat memberi
pendidikan yang lebih tinggi. Seperti yang kamu inginkan. Siapa tahu hasil
gajimu bisa ditabungkan untuk melanjutkan pendidikanmu.” Ujar ibu seketika
disaat sedang berkumpul diruang keluarga malam itu.
“kerja
apa aku bu?” jawab Roni dengan ketus. “aku bisa apa? Lagipula pekerjaan seperti
apa yang mau menerimaku yang hanya lulusan SMA?” lanjutnya.
“ibu
hanya bertanya kamu mau atau tidak ya terserah. Hanya sekedar saran” balas ibu
dengan nada kecewa.
“yasudah
aku mau. Dari pada menganggur!” jawab Roni dengan nada terpaksa.
“ya
terserahmulah.” Ibu menjawabnya dengan malas. Namun mau bagaimanapun jawaban
anaknya, seorang ibu akan terus berusaha untuk tetap memberikan yang terbaik
untuk anaknya.
Dimalam
berikutnya, ibu sedang berbincang dengan ayah mengenai pekerjaannya yang sedang
berada dalam sebuah kasus penipuan. Orang kepercayaan bos ayahnya telah menilap
dana yang seharusnya digunakan untuk menjalankan sebuah proyek.
Dan
seketika kasus tersebut berjalan ayah Roni pun resign untuk menghindari kemelut
berkepanjangan yang sedang menimpa perusahaan tempatnya bekerja itu.
Berbulan-bulan sudah waktu berlalu tanpa ada pemasukan yang cukup untuk
keluarga Roni. Ayah dan ibunya yang begitu terus berusaha banting tulang, salat
malam memohon petunjuk dari yang kuasa, rela melawan rasa malunya untuk pinjam
uang,pinjam beras sana-sini, demi
mencari cara dan berusaha untuk mengembalikan kondisi materi mereka yang
terganggu. Dan Roni sebagai anak laki-laki paling besar dalam keluarga dengan
melihat kondisi keluarga yang sedang terjatuh seharusnya dia tahu apa yang
harus dia lakukan. Namun tidak seperti manusia yang memiliki akal yang baik
seperti yang kita ketahui. Tindakan Roni sangat membuat orang disekelilingnya
gusar dengan ulahnya.
Keseharian
Roni memang menganggur, menganggur yang benar-benar menganggur. Kegiatannya
yang dimulai dari siang hari, jam 2 siang tepatnya dia baru bangun dari tidur
panjangnya. Bangun tidur karena perutnya mulai lapar, sore jam 4 tepatnya
teman-teman semasa SMA nya yang menganggur juga datang, mungkin untuk sama-sama
mencari peekerjaan atau membuat sebuah karya yang berharga? Tapi itu tidak
berlaku bagi Roni dan kawannya. Mereka hanya menonton koleksi-koleksi film
horror dan main games online sampai pagi buta. Kadang juga mereka cukup
merepotkan siempunya rumah dengan menyediakan makanan ringan hingga makanan
berat, dan perlu diketahui teman-temannya paling sedikit dalam satu kali datang
itu bisa 5 hingga 12 orang. Merepotkan sekali bukan? Dan hanya itu saja
kegiatannya, bukan membantu tapi malah menyusahkan. Masya allah.
Kita
tinggalkan masalah Roni dengan keluarganya. Sekarang kita lihat bagaimana Roni
dilingkungan teman-temannya.
Roni
yang dikenal sebagai orang yang berwibawa, sangat disegani teman-temannya,
sifat dan sikapnya yang mudah bergaul membuat Roni mudah dekat dengan siapa
saja, termasuk teman-teman wanitanya. Teman-teman wanitanya begitu merespon
baik dan menganggap Roni sebagai orang yang dapat dipercaya(kalau zaman
sekarang sering disebut kakak ketemu gede). Setiap siapapun dari mereka
memiliki masalah atau kepenatan yang mengganggu mereka pasti yang dicari Roni,
dan hanya Roni. Karena menurut mereka sosok Roni adalah sosok yang penyayang
dan pengertian, bisa menenangkan kepenatan mereka.
“Roni
apa kabarnya ya? Kangen nih gue pengen curhat.” Kata Tia saat kumpul dengan
genggongnya di reuni geng mereka.
“kemaren
aku bbm-an ko.” Jawab nisa. “dia bilang dia udah kerja sekarang, aku cengin tuh
supaya mau traktirin kita-kita. Eh malah ketus gitu dia jawabnya.”
“loh
tumben ko abang begitu? Lagi ada masalah mungkin ya.” Tasya yang paling dekat
dengan Roni heran dengan cerita sahabatnya itu. “aku bbm orangnya ah. Tumben
dia gak cerita-cerita ke gue.”
Sosok
Roni dimata kawan-kawan perempuannya sangat baik, terhormat dan mengagumkan.
Namun sayang apa yang di kagumi bila dalam kehidupan di keluarganya saja dia
hanya diam dan tidak dapat melakukan suatu perubahan baik bagi keluarganya.
Suatu
ketika Roni sudah mulai bekerja disuatu perusahaan besar didaerahnya. Namun dia
menjalani pekerjaan tersebut hanya karena alasan ingin mengisi hari-harinya
yang kosong. Satu bulan berlalu, Roni menerima pesan yang menyatakan bahwa
rekeningnya telah bertambah, tanda gajinya turun.
“bu,
rekening Roni ada yang mengisi.” Roni Menginfokan kabar gembiranya.
“siapa
yang mengisi? Memangnya kamu gajihan?” Tanya ibu heran.
“iya
bu aku gajihan. Tapi apa iya?” jawab Roni dengan ragu.
“Alhamdulillah…
itu rezekimu nak, ya sudah uangnya di tabungkan saja. Jangan pakai yang
macam-macam ya” ucap ibu mensyukurinya.
“masa
sih aku bisa dapat gajih sebesar ini bu?” Roni masih tampak keheranan.
“kamu
itu ya dapat rezeki harusnya bersyukur. Ko malah keheranan begitu?” jawab ibu
mencoba bersabar.
Jelas
saja dia heran, karena selama satu bulan dia kerja dia hanya masuk kerja selama
lima belas hari saja. Ibu tahu kenapa dia bisa dapat gajih, karena upahnya
dibayar dan dihitung perhari. Mendengar kabar itu ibu memang tidak heran, dapat
tenang dan mensyukurinya berharap beban materi dalam keluarganya berkurang.
Berbeda dengan Roni yang keheranan, merasa aneh, tapi Roni sudah menyiapkan
daftar barang-barang apa saja yang harus dia beli dengan gajih pertamanya.
Masya allah, boro-boro ingat untuk membantu ibu dan ayah.
“lihat
bu, aku beli tas baru. Dan besok pesanan sepatuku datang.” Pamer Roni di
hadapan ibu dan adik-adiknya.
“syukurlah,
adik-adikmu kasihlah. Bagi untuk tambah-tambah uang jajan mereka.” Ibu mencoba
mengarahkan untuk anaknya dapat saling berbagi apabila ada rezeki lebih.
Dengan
nada malas Roni menjawab, “kasih berapa? Lagian aku masih harus bayar
barang-barang pesananku bu.”
“tidak
seberapa, terserahmulah. Yang penting ada untuk adik-adikmu jajan.” Dengan nada
santai Ibu masih berharap akan kepedulian anaknya pada keluarganya.
Sambil
merogoh kantong celananya dia ambil uang selembar lima puluh ribu dan
diberikannya pada ibu. “ini bu bagikan saja terserah ibu.”...